Mira S Lubis; Coffee Street di Jalan Gajah Mada

Konsep coffee street di Jalan Gajah Mada sebentar lagi akan diwujudkan Pemkot Pontianak. Ulang tahun Pontianak ke-240, Oktober mendatang dipilih sebagai momentum yang tepat. Kawasan tersebut akan menjadi pusat warung kopi di kota ini.

HENDY ERWINDI, Pontianak

PEMANDANGAN Jalan Gajah Mada akan berbeda antara siang dan malam. Di sepanjang jalan itu, pada siang hari aktivitas manusia relatif sama dengan kawasan lainnya di kota ini. Namun akan berbeda ketika matahari hendak pamit pada sore. Petang berangsur pergi, berganti malam. Gajah Mada berubah. Di jalan yang dikenal dengan Jembatan Putih pada Pontianak tempo doeloe berderet warung kopi. Dari toko obat hingga bengkel berubah menjadi tongkrongan. Melirik potensi ini Pemkot Pontianak akan menjadikan Gajah Mada sebagai coffee street. Masyarakat dan wisatawan akan ke Gajah Mada jika ingin menyeruput kopi dengan nuansa berbeda.

“Pencanangan coffee street  ini akan kita lakukan pada tanggal 8 Oktober mendatang. Sudah diatur beberapa konsep teknis dan akan dibahas lebih lanjut,” ungkap Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM Kota Pontianak, Ayu Haro, kemarin (27/9). Pemilik warung kopi di Gajah Mada menyambut baik konsep itu. Sekitar 40-an pemilik usaha siap mendukung terwujudnya coffee street. “Sudah pernah rapat Pemkot dan pemilik warung kopi. Konsep ini sambut baik karena mendatangkan untung juga bagi mereka,” tuturnya. Menurut dia, konsep coffee street ini akan dilakukan secara bertahap oleh pemilik warung kopi di sepanjang Jalan Gajah Mada, baik dari aspek higienitas, penampilan, kebersihan dan juga aspek pelayanannya terhadap pengunjung.

“Kalau bisa setiap warung kopi memiliki branding pada gelas masing-masing. Pakaian pelayannya juga, diberi nama warung kopinya dan dikreasikan sesuai keinginan masing-masing sehingga lebih semarang dan enak dilihat,” ujar Ayu. Penataan kawasan coffee street dilakukan secara bertahap dengan mengemasnya sebaik mungkin agar menarik minat orang untuk menyusuri kawasan ini. Lalu lintas dirasakan, Ayu tidak terlalu bermasalah karena selama ini pun Gaja Mada sudah banyak warung kopi. “Akan kita tata sedikit pada saat peluncurannya nanti. Untuk selanjutnya dilakukan bertahap mengemas area ini menjadi kawasan yang lebih representatif,” katanya. Pemkot berharap coffee street menjadi ikon Pontianak yang nantinya dikenal baik oleh wisatawan domestik maupun wisatawan asing. “Jadi dari manapun juga, baik itu wisatawan lokal maupun wisatawan asing bahwa yang namanya coffee street itu adanya di Jalan Gajah Mada Pontianak,” ucapnya.

Dosen Prodi Arsitektur Fakultas Teknik Untan, Mira S Lubis mengapresiasi konsep coffee street itu. Dia menilai Jalan Gajah Mada sangat cocok. “Saya dan akademisi mengapresiasinya, dapat menjadi daya tarik wisatawan di Kota Pontianak,” ungkapnya.Mira mengatakan, membuka dan nongkrong di warung kopi sesungguhnya budaya Tionghoa. Jika Gajah Mada yang dipilih sangat tepat, karena di kawasan tersebut juga kental dengan Tionghoa. “Walau awalnya budaya warung kopi di Pontianak bukan di Gajah Mada tetapi di pinggir Sungai Kapuas, seperti Seng Hie. Namun sekarang memang cocoknya di Gaja Mada bahkan dapat dibuat kawasan pecinan,” ujarnya.Menurutnya, Pemkot memang harus berani melakukan gebrakan-gebrakan untuk mengubah kota ini lebih baik. Tidak sekedar dari aspek wisata tapi semua kepentingan. (*)

sumber:http://www.pontianakpost.com/index.php?mib=berita.detail&id=98032

Author: Arsitektur Untan